Perayaan Lebaran Ketupat di Madura yang berbeda karena Covid 19
Setelah umat muslim Indonesia merayakan momen hari raya Idul Fitri 1 Syawal berselang 8 hari, umat muslim di Indonesia kembali akan merayakan lebaran, namu lebaran berbeda dengan lebaran Idul Fitri. Lebaran ini merupakan tradisi dari masyarakat Indonesia khususnya tradisi yang muncul dari masyarakat jawa, biasanya pada 8 syawal setelah 8 hari merayakan Idul Fitri. Perayaan Idul Fitri terasa kurang lengkap apabila tidak disempurnakan dengan perayaan Lebaran Ketupat yang biasa dirayakan oleh masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan tradisi, dari sabang hingga merauke, inilah yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Berbagai jenis tradisi dilakukan salah satunya dalam rangka menyambut perayaan hari Idul Fitri, tradisi ini bernama Lebaran Ketupat. Lebaran ketupat dilaksanakan umumnya dilaksanakan oleh masyarakat muslim jawa yang biasa setelah 8 hari melaksanakan hari Idul Fitri dengan menyempurnakan perayaan dengan Lebaran Ketupat. Makna tradisi ketupat ini oleh masyarakat muslim jawa dianggap sebagai pelengkap kemenangan yang diraih pasca Idul Fitri 1 Syawal. Puasa 6 hari di Bulan Syawal yang dimulai pada hari kedua bulan Syawal akan berakhir pada 7 Syawal, sehingga makna tradisi hari ketupat ini adalah sebagai perayaan selesainya puasa 6 hari di bulan Syawal untuk kembali dapat makan-makan. Pada puasa 6 hari di bulan syawal merupakan ibadah Sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw seperti dalam hadist yang diriwayatkan oleh Hadist Muslim yang berbunyi “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh”. Sehingga bagi umat muslim merupakan kesempatan emas untuk kembali menyempurnakan ibadah-ibadah berikutnya pasca Bulan Ramadhan.
Tradisi hari ketupat sendiri yang biasa-nya dilaksanakan oleh masyarakat jawa tentunya memiliki filosofi yang penting untuk diketahui dan dilestarikan. Dilansir dari nu.or.id, lebaran ketupat pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kaliaga merupakan orang pertama yang memperkenalkan makna tradisi hari ketupat pada masyarakat jawa. Sunan Kalijaga memperkenalkan dua istilah yaitu, Bakda lebaran yang merupakan tradisi silaturahim dan bermaaf-maafan setelah Idul Fitri, dan Bakda Kupat yang merupakan perayaan seminggu setelah-nya. Ketupat ini adalah jenis makanan dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman daun (janur) yang dibuta berbentu kantong. Setelah beras dimasukkan kemudian di masak. Perayaan hari ketupat dijadikan sebuah simbol kebersamaan dengan kegiatan memasak ketupat dan mengantarkan kepada sanak kerabat tradisi masyarakat jawa. Tradisi ini bukan hanya perayaan seremonial saja melainkan tradisi yang menghadirkan suatu nilai dari sebuah makna untuk menguatkan hubungan silaturahim dengan berbagi kasih dan dapat menghadirkan nilai sedekah di dalamnya. Dalam Filosofi Jawa, ketupat lebaran bukan-lah sekedar hidangan khas hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku Lepat artinya mengakui kesalahan. Dan Laku Papat artinya empat tindakan. Ngaku Lepat, tradisi sungkeman menjadi implementasi (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun. Sungkeman sendiri mengajarkan penting-nya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khususnya orang tua. Sementara Laku Papat memiliki 4 tindakan yaitu :
Lebaran, bermakna usai, menandakan berakhir-nya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang antinya pintu ampunan
Luberan, bermakna meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran-pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian sesama manusia
Leburen, maknanya adalah habis dan melebur. Maksudnya pada momen lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
Laburan, maknanya berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang bisa di gunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.
Selain itu pada umum-nya dalam perayaan Lebaran Ketupat ini juga menumbuhkan ke kreatifan bagi masyarakat jawa untuk dapat membuat janur sebagai tempat (isi beras) dari ketupat dan hidangan-hidangan makanan khas lainnya. Seperti yang dikemas menjadi makanan aneka soto, gado-gado, ketoprak, kaldu, dan lain sebagainya. Kemudian diantarkan ke kerabat terdekat dan kepada mereka yang lebih tua. Tidak hanya diantarkan ke kerabat terdekat namun biasanya sambil mengajak kerabat terdekat untuk menikmati hidangan ketupat maupun yang sudah dijadikan hidangan seperti aneka soto, gado-gado, ketoprak untuk dinikmati di tempat-tempat yang sejuk dan penuh keramaian masyarakat. Kalau di Madura biasanya pada pas perayaan Lebaran Ketupat selain menikmati untuk saling berbagi kasih bersama kehangatan kerabat biasanya juga sambil mengunjungi tempat-tempat tertentu umumnya yang dipilih adalah tempat pariwisata pantai lombang yang terletak di Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep, Pantai Jumiang terletak di Tanjung, Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Pantai Camplong di Desa Dharma Camplong Kabupaten Sampang maupun pantai-pantai lain yang ada di Madura. Namun ada situasi disebutkan diatas tidak akan berjalan seperti Lebaran Ketupat sebelum-sebelumnya dimana sekarang Indonesia masih dilanda musibah Pandemi Covid 19, karena Covid 19 ini merupakan virus yang mudah menyebar antara satu dengan yang lainnya seperti yang melibatkan dalam kerumunan, apalagi di pantai yang terdapat kerumunan masyarakat makanya ada kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) atau istilahnya “Sosial-Phiscyal Distancing” (Pembatasan Jaga Jarak) yang semuanya terdapat dampak-nya termasuk di bidang pariwisata di dalam-nya. Semua tempat-tempat pariwisata yang ada di Madura akan di lockdown pada masa pandemi Covid 19 ini.
Seperti yang diberitakan oleh koranmadura.com yang terdapat pariwisata di Sumenep untuk tetap diimbau ditutup jelang Lebaran Ketupat. Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora), Bambang Irianto, mengatakan “Dinas pariwisata mengimbau agar semua destinasi wisata tidak buka dalam rangka memutus rantai Covid 19”. Beliau juga berharap semua pengelola destinasi wisata di Sumenep dapat memaklumi adanya imbauan tersebut. Sebab kondisi sekarang memang belum memungkinkan. Di lain waktu beliau juga mengatakan akan ada konsekuensi jika terdapat pengelola tempat wisata yang nyeyel, dan tetap buka. Sejak dikeluarkannya surat edaran beberapa bulan lalu, Bambang mengatakan pihaknya tidak menemukan ada tempat wisata buka. “Cuman persoalannya mengahdapi Lebaran Ketupat. Karena liburan di momen itu sudah jadi tradisi,”tambah-nya. Hal ini juga berlaku di seluruh kabupaten yang ada di sumenep apalagi seperti di pamekasan, bangkalan yang sejak awal sudah menjadi zona merah. Situasi ini, tradisi untuk berlibur di tempat-tempat pariwisata setelah 8 hari pasca Idul Fitri kini tidak akan bisa dijumpai lagi oleh masyarakat Madura, umumnya Indonesia. Paling perayaan Lebaran Ketupat kali ini cukup dirayakan di rumah masing-masing bersama keluarga juga kerabat-kerabat terdekat dengan “Sosial-Phiscyal Distancing” yang diterapkan demi tetap berikhtiar memutus rantai penyebaran virus Covid 19. Selai berdampak terhadap pendapatan di sektor pariwisata tumbang, hal ini berdampak besar pula biasa-nya bagi mereka yang menjadikan momen ini sebagai kesempatan buat para pedagang kaki lima, pedagang keliling hingga tukang parkir untuk mengais rizki pada suasana perayaan di tempat tersebut. Semua-nya dilakukan demi memutus mata rantai penyebaran covid 19. Selamat Hari Raya Ketupat, marilah tetap saling memaafkan.. semoga lekkas sembuh bumi..
Komentar
Posting Komentar