Awas Bucinisme
*Awas Bucinisme*
perkembangan zaman semakin pesat tentu mengisahkan fenomena-fenomena baru yang menjadi implikasi dari perkembangan zaman tersebut. Hari ini kita dihebohkan dengan istilah “Bucinisme” yang mana istilah ini sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat milineal terutama mahasiswa hari ini. Tentunya istilah “Bucinisme” sangat familiar diaktori oleh mahasiswa atau sudah menggerogoti mahasiswa milineal ini. Apa itu arti dari istilah “Bucinisme”? Bucinisme bisa diartikan sebuah ideology atau paham yang perasaan cintanya terhadap seseorang secara berlebihan sehingga seseorang tersebut tidak merdeka lagi.
Kata “Bucinis” dan “Bucinisme” ini berasal dari kata “Bucin”. Kata “Bucin” adalah gabungan dua suku kata, yaitu “Budak” dan “Cinta”. Budak cinta atau bucin, dalam paham ini memiliki konotasi bernilai negative. Walaupun hakikatnya cinta itu baik tapi mengaktualisasikannya, mengartikan atau memahami cinta itu banyak yang salah. Sehingga perasaan cintanya kepada seseorang (katakanlah pada seseorang yang disukai dan sayangi) terlalu berlebihan dan bukan pada tempatnya.
Jika kita hubungkan dengan aktivitas kebanyakan mahasiswa, mahasiswa yang terpapar Bucinisme ini membuat ia tidak maksimal dalam prosesnya di kampus baik di organisasi internal maupun eksternal yang ia geluti. Bahkan aktivitas organisasi internal maupun eksternal menjadi pasif yang biasanya mengkaji ilmu-ilmu ilmiah kini kian memudar sehingga membuat nalar logikanya berasa Bucin. Karena seseorang perasaan yang cintanya berlebihan itu menjadikan ia seperti budak bekerja secara paksa tanpa mendapatkan kemerdekaan ekspresi hidup.
Tentu ini ironis, seseorang tersebut dalam segala aktivitasnya dibatasi oleh seseorang dalam mengeskpresikan kemerdekaannya untuk menggali segala potensi yang dimilikinya. Hal ini merupakan suatu kefatalan yang dimiliki oleh seseorang apabila ini terjadi. Karena telah menyiakan-nyiakan pemberian Allah atas segala kemerdekaan yang dimiliki untuk menggali potensi yang dimiliki sebagai manusia yang berakal.
Pengaruh Bucinisme tentu dapat menumpulkan keintelektualan mahasiswa, karena unsur perasaanya yang berlebihan. Sehingga waktunya banyak tersita seperti membaca, berdiskusi, menulis dan lain sebagainya. Apalagi di dalam Islam, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu akan sulit masuk bagi mereka yang sering bermaksiat, karena ilmu itu adalah suci.
Aristoteles juga mengatakan manusia merupakan hewan yang berakal sehingga segala aktivitas yang dilakukan menggunakan rasio maupun akal sehat untuk menciptakan masyarakat yang maju, dimulai dari kemerdekaan diri sendiri. Dalam teori fungsional mahasiswa berada di suatu eksitensi sebagai fungsi dan tugas mahasiswa. Artinya mahasiswa memiliki peran dan tanggung jawab yang diemban untuk menciptakan suatu perubahan.
Dalam teorinya eeigraat manusia itu memiliki tiga eksitensi yaitu yang pertama estetis, etis, dan spiritual.
Eksitensi estetis merupakan seseorang yang cenderung terhadap hawa nafsunya dan bersifat praktis untuk menikmati kesenangan sementara. Yang kedua, eksitensi etis yang memiliki arti manusia dalam bergerak sesuai dengan akal budinya yang diikat dengan hukum alam maupun norma-norma didalamnya. Sementara yang ketiga adalah eksitensi spiritual dimana merupakan suatu kepercayaan terhadap Tuhan serta menyadari bahwa manusia hidup didunia hanyalah sementara. Tiga eksitensi ini merupakan suatu renungan bersama bagi manusia khususnya mahasiswa bahwa kita berada di dalam eksitensi bagian mana…
aku bukan siapa-siapa...
DalamHidup#
perkembangan zaman semakin pesat tentu mengisahkan fenomena-fenomena baru yang menjadi implikasi dari perkembangan zaman tersebut. Hari ini kita dihebohkan dengan istilah “Bucinisme” yang mana istilah ini sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat milineal terutama mahasiswa hari ini. Tentunya istilah “Bucinisme” sangat familiar diaktori oleh mahasiswa atau sudah menggerogoti mahasiswa milineal ini. Apa itu arti dari istilah “Bucinisme”? Bucinisme bisa diartikan sebuah ideology atau paham yang perasaan cintanya terhadap seseorang secara berlebihan sehingga seseorang tersebut tidak merdeka lagi.
Kata “Bucinis” dan “Bucinisme” ini berasal dari kata “Bucin”. Kata “Bucin” adalah gabungan dua suku kata, yaitu “Budak” dan “Cinta”. Budak cinta atau bucin, dalam paham ini memiliki konotasi bernilai negative. Walaupun hakikatnya cinta itu baik tapi mengaktualisasikannya, mengartikan atau memahami cinta itu banyak yang salah. Sehingga perasaan cintanya kepada seseorang (katakanlah pada seseorang yang disukai dan sayangi) terlalu berlebihan dan bukan pada tempatnya.
Jika kita hubungkan dengan aktivitas kebanyakan mahasiswa, mahasiswa yang terpapar Bucinisme ini membuat ia tidak maksimal dalam prosesnya di kampus baik di organisasi internal maupun eksternal yang ia geluti. Bahkan aktivitas organisasi internal maupun eksternal menjadi pasif yang biasanya mengkaji ilmu-ilmu ilmiah kini kian memudar sehingga membuat nalar logikanya berasa Bucin. Karena seseorang perasaan yang cintanya berlebihan itu menjadikan ia seperti budak bekerja secara paksa tanpa mendapatkan kemerdekaan ekspresi hidup.
Tentu ini ironis, seseorang tersebut dalam segala aktivitasnya dibatasi oleh seseorang dalam mengeskpresikan kemerdekaannya untuk menggali segala potensi yang dimilikinya. Hal ini merupakan suatu kefatalan yang dimiliki oleh seseorang apabila ini terjadi. Karena telah menyiakan-nyiakan pemberian Allah atas segala kemerdekaan yang dimiliki untuk menggali potensi yang dimiliki sebagai manusia yang berakal.
Pengaruh Bucinisme tentu dapat menumpulkan keintelektualan mahasiswa, karena unsur perasaanya yang berlebihan. Sehingga waktunya banyak tersita seperti membaca, berdiskusi, menulis dan lain sebagainya. Apalagi di dalam Islam, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu akan sulit masuk bagi mereka yang sering bermaksiat, karena ilmu itu adalah suci.
Aristoteles juga mengatakan manusia merupakan hewan yang berakal sehingga segala aktivitas yang dilakukan menggunakan rasio maupun akal sehat untuk menciptakan masyarakat yang maju, dimulai dari kemerdekaan diri sendiri. Dalam teori fungsional mahasiswa berada di suatu eksitensi sebagai fungsi dan tugas mahasiswa. Artinya mahasiswa memiliki peran dan tanggung jawab yang diemban untuk menciptakan suatu perubahan.
Dalam teorinya eeigraat manusia itu memiliki tiga eksitensi yaitu yang pertama estetis, etis, dan spiritual.
Eksitensi estetis merupakan seseorang yang cenderung terhadap hawa nafsunya dan bersifat praktis untuk menikmati kesenangan sementara. Yang kedua, eksitensi etis yang memiliki arti manusia dalam bergerak sesuai dengan akal budinya yang diikat dengan hukum alam maupun norma-norma didalamnya. Sementara yang ketiga adalah eksitensi spiritual dimana merupakan suatu kepercayaan terhadap Tuhan serta menyadari bahwa manusia hidup didunia hanyalah sementara. Tiga eksitensi ini merupakan suatu renungan bersama bagi manusia khususnya mahasiswa bahwa kita berada di dalam eksitensi bagian mana…
aku bukan siapa-siapa...
DalamHidup#
Komentar
Posting Komentar