Pendidikan dan Ketimpangannya di balik Covid 19
Pendidikan sebagai jembatan tranformasi pola pikir dan perilaku tidak ada henti-hentinya didengungkan dalam dunia akademik. Dunia pendidikan yang dianggap investasi jangka panjang sebagai penanaman nilai akademis dan karakter yang berintegritas adalah suatu paradigma teoritis dan empiris yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Manusia sejak lahir di muka bumi ibarat buku tulis yang baru dibeli dan belum ada tulisan sedikitpun di dalamnya, namun manusia harus memulai kehidupannya dan mulai mengisi buku kosong dengan tulisan.
Pendidikan mulai memunculkan perannya dalam memberikan warna terhadap manusia sebagai manusia yang berfikir yang jelas manusia memiliki orientasi untuk mengatur kehidupannya di muka bumi ini. Mengutip perkataan Ca’nur orientasi yang diatur oleh manusia tentu cenderung terhadap kebenaran dan pengabdian yang penuh dengan kebijaksanaan yang dikejar oleh manusia. Maka tak ayal pendidikan sebagai jembatan untuk manusia bagaimana memaknai kehidupan agar dapat memanusikan manusia. Dalam dunia pendidikan terdapat 3 macam, diantaranya sebagai berikut :
Pendidikan formal. Pendidikan formal bisa dimaknai pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menegah hingga perguruan tinggi. Ciri urgent dari pendidikan formal ini yakni adanya tempat pembelajaran seperti gedung sekolah, kurikulum telah terstruktur secara formal baik sekolah berstatus negeri maupun swasta. Selain itu pendidikan formal bagi mereka yang menempuh hingga selesai didalamnya akan memperoleh legalitas resmi yakni Ijazah seperti dapat menempuh pendidikan selama 6 tahun.
Pendidikan Non Formal. Pendidikan non formal merupakan pendidikan di luar pendidikam formal yang dapat dilaksanakan secara tertruktur dan berjenjang. Hasil dari pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil dari pendidikan formal namun harus melewati proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu kepada standar nasional pendidikan. Ciri urgent dari pendidikan non formal ini dapat berupa kegiatan belajar dapat dilakukan di dalam maupun di luar bangunan, peserta didik dapat mengikuti pendidikan non formal tanpa persyaratan, tidak ada jenjang khusus seperti pendidikan formal dan waktu pelaksanaannya singkat.
Pendidikan informal. Pendidikan informal merupakan pendidikan mandiri yang diterima atas kemauan dan kesadaran diri sendiri oleh peserta didik. Biasanya pendidikan informal didapat dari keluarga dan lingkungan sekitar dapat berbentuk kegiatan belajar. Dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan interaksi dan mendidikan itu bisa dikatakan pendidikan informal.
Dari ketiga macam-macam pendidikan diatas pada hakikatnya semuanya sama sama penting dan dapat mentranformasikan nilai-nilai kebijaksanaan di dalamnya. Namun dari ke 3 macam pendidikan diatas yang banyak ditempuh oleh manusia di zaman revolusi indrusti ini yaitu pendidikan formal. Bahkan tidak sedikit ia rela mengeluarkan berapun demi dapat menempuh pendidikan formal yang dianggap mampu mensejahterakan masa depan mereka. Melihat juga dari konstruk sosial baik dari segi pemerintah hingga kebawah sangat urgent sekali menjadikan pendidikan formal sebagai legalitas bagi manusia seperti di dunia pekerjaan dan segala macam lainnya. Selain itu pendidikan formal juga dianggap sebagai pendidikan yang tersusun dengan baik yang diwujdukan dalam produk kurikulum secara terarah dan tersistematis yang mengatur aktivitas kegiatan belajar didalamnya yang melibatkan tenaga pendidik dengan peserta didik di dalam gedung yang megah.
Tidak ada yang salah dengan demikian yang terpenting bagaimana semua anak bangsa Indonesia dapat menempuh pendidikan dengan layak selaras dengan kewajiban bangsa di dalam Undang-Undang untuk mencerdaskan anak bangsa. Tentu harapan besar dengan adanya pendidikan formal baik si orang tua dan anak dapat mampu membuat hidup mereka lebih layak dengan kualitas iman, ilmu, amal mereka yang mampu mengangkat nasib ke arah lebih baik. Tidak berhenti hanya sekedar memiliki harapan jika tidak diwujudkan dengan berbagai rangkaian elemen baik pemerintah hingga masyarakat pada umumnya untuk saling berpartisipasi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warga Indonesia. Oleh karenanya pendidikan harus dapat mencetak manusia yang kritis dan sadar akan fungsi mereka dalam mengarungi hidup.
Pendidikan juga senantiasa bagaimana manusia bebas mewujudkan mengekspresikan dan merealisasikan bagi sendi-sendi kehidupan yang ia arungi. Menurut Zanti Arbi (1998) pendidikan mampu menginspirasi manusia, menganalisis, memperspektifkan, dan menginvestigasi keadaan sosial di dalamnya. Dewasa ini melihat kejadian-kejadian di dalam dunia pendidikan masih banyak problem-problem yang perlu diatasi bersama khususnya pemerintah. Pendidikan yang sering dijadikan komersialisasi seakan-akan mengonfirmasi bahwa pendidikan hanyalah sebatas settingan kapitalis. Di lembaga-lembaga tak sedikit menggunakan pelicin sebagai syarat masuk menjadi guru atau dosen. Bahkan di kampus pula yang katanya pencetak insan akademis dan bermoral masih ada saja terjadinya jual beli skripsi. Hal ini dapat berimbas terhadap kualiatas sistem yang membentuk didalam dunia pendidikan. Saat ini Indonesia mengalami musibah wabah pandemic Covid 19. Memperhatikan kinerja pemerintah yang juga kelimpungan dalam mengatasi persoalan terlebih di dunia pendidikan yang tentu juga menjadi tumbal oleh pemerintah.
Hari ini sistem pembelajaran semuanya dialihkan melalui daring dimana hal ini juga diperpuruk kefektifan tenaga pendidik dalam mengajar yang kurang diperhatikan dengan wujud nyata oleh pemerintah. Selain itu seperti yang dialami oleh perguruan tinggi membuat mahasiswa terpaksa membeli kouta paket demi terhubung ke aktifitas perkuliahan bahkan terdapat beberapa mahasiswa yang tidak mampu memiliki hp android sehingga mencari pinjaman ke orang lain seperti kerabat terdejkat dan tetangga. Dikutip dari kompas. Com sebut saja yang dialami oleh mahasiswa asal Kupang, NTT yang terpaksa meminjam ke tetangga demi menghubungkan ke aktifitas perkuliahan. Selain itu meskipun tersedianya kouta tidak semua dijangkau dengan baik karena terkendala daerah yang jauh dari sinyal. Hal tersebut membuat mahasiswa rela mencari sinyal ke luar rumah bahkan ke kota atau ke tingkat-tingkat atas yang mudah terkoneksi dengan sinyal. Bahkan kabar duka menyelimuti tanah air seperti yang dialami oleh mahasiswa asal Sinjai Makassar yang mana demi tugas kuliah online ia terjatuh dari menara masjid di kampong halamannya hanya untuk mencari sinyal agar dapat mengumpulkan tugas (Makassar. Tribunnews.com).
Tentu pemerintah yang memiliki hati nurani harus dapat bertanggung jawab dengan sistem dengan segala kebijakan yang ia perbuat. Mengingat pula kebijakan pemerintah masih belum memberikan kejelasan terhadap kampus dengan mengalokasikan dana seperti subdisi kouta hingga pemotongan UKT yang diturunkan terhadap kampus terlebih kampus yang beradap dibaah naungan pemerintah. Apalagi dampak Covid 19 ini membuat banyak orang tua mahasiswa kesulitan di bidang ekonomi terlebih mereka yang mengalami PHK baik perusahaan maupun pabrik.
Seperti perguruan tinggi yang berada dibawah naungan kemenag yang kemaren sempat dikeluarkannya oleh dirjen pendis:B-752/DJ.I/HM.00/04/2020 tentang adanya diskon atas UKT/BKT minimal 10% dari UKT/BKT tersebut. Beberapa hari berselang anehnya keluarlah surat edaran dengan nomor surat B-802/DJ.I/PP.00.9/04/2020 dimana didalamnya mencabut surat edaran yang sebelumnya dan tetap menerapkan kebijakan dan ketentuan UKT sebagaimana telah diatur oleh KMA yang berlaku. Apa sebenarnya ini? apakah iya pemerintah menarik kembali hanya demi kepentingan yang isntan di saat mengatasi Covid 19 dengan menjadikan tumbal mahasiswa. Jelas pemerintah terlihat tidak konsisten terhadap keputusan yang telah dietapkan dengan menarik ulur kembali yang telah diberikan kepada mahasiswa. Di saat kondisi mahasiswa terlebih mereka yang masih mengandalkan biaya dari ke dua orang tua yang mengalami dampak signifat pula secara perekenomian akibat Pandemi wabah Covid 19 ini. Belum lagi ke dua orang tua mereka yang terkena PHK dipaksakan tetap mahasiswa membayar UKT full apalagi sarana dan pra sarana kampus tidak dapat dinikmati seperti layaknya oleh mahasiswa. Tentu mahasiswa harus tetap siaga dan peka melihat sistem sosial dengan realitasnya yang dianggap mengalami ketimpangan didalamnya. Karena mahasiswa bukan hanya yang ia manut melihat realitas sistem sosial melainkan ia yang sudah mengenyam pendidikan memiliki tanggung jawab akademisi untuk berperan andil menyelesaikan persoalan. Paling tidak dengan adanya media dapat menyuarakan aspirasi selain aksi agar dapat membantu untuk menuntaskan persoalan yang ada.
Pendidikan mulai memunculkan perannya dalam memberikan warna terhadap manusia sebagai manusia yang berfikir yang jelas manusia memiliki orientasi untuk mengatur kehidupannya di muka bumi ini. Mengutip perkataan Ca’nur orientasi yang diatur oleh manusia tentu cenderung terhadap kebenaran dan pengabdian yang penuh dengan kebijaksanaan yang dikejar oleh manusia. Maka tak ayal pendidikan sebagai jembatan untuk manusia bagaimana memaknai kehidupan agar dapat memanusikan manusia. Dalam dunia pendidikan terdapat 3 macam, diantaranya sebagai berikut :
Pendidikan formal. Pendidikan formal bisa dimaknai pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menegah hingga perguruan tinggi. Ciri urgent dari pendidikan formal ini yakni adanya tempat pembelajaran seperti gedung sekolah, kurikulum telah terstruktur secara formal baik sekolah berstatus negeri maupun swasta. Selain itu pendidikan formal bagi mereka yang menempuh hingga selesai didalamnya akan memperoleh legalitas resmi yakni Ijazah seperti dapat menempuh pendidikan selama 6 tahun.
Pendidikan Non Formal. Pendidikan non formal merupakan pendidikan di luar pendidikam formal yang dapat dilaksanakan secara tertruktur dan berjenjang. Hasil dari pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil dari pendidikan formal namun harus melewati proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu kepada standar nasional pendidikan. Ciri urgent dari pendidikan non formal ini dapat berupa kegiatan belajar dapat dilakukan di dalam maupun di luar bangunan, peserta didik dapat mengikuti pendidikan non formal tanpa persyaratan, tidak ada jenjang khusus seperti pendidikan formal dan waktu pelaksanaannya singkat.
Pendidikan informal. Pendidikan informal merupakan pendidikan mandiri yang diterima atas kemauan dan kesadaran diri sendiri oleh peserta didik. Biasanya pendidikan informal didapat dari keluarga dan lingkungan sekitar dapat berbentuk kegiatan belajar. Dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan interaksi dan mendidikan itu bisa dikatakan pendidikan informal.
Dari ketiga macam-macam pendidikan diatas pada hakikatnya semuanya sama sama penting dan dapat mentranformasikan nilai-nilai kebijaksanaan di dalamnya. Namun dari ke 3 macam pendidikan diatas yang banyak ditempuh oleh manusia di zaman revolusi indrusti ini yaitu pendidikan formal. Bahkan tidak sedikit ia rela mengeluarkan berapun demi dapat menempuh pendidikan formal yang dianggap mampu mensejahterakan masa depan mereka. Melihat juga dari konstruk sosial baik dari segi pemerintah hingga kebawah sangat urgent sekali menjadikan pendidikan formal sebagai legalitas bagi manusia seperti di dunia pekerjaan dan segala macam lainnya. Selain itu pendidikan formal juga dianggap sebagai pendidikan yang tersusun dengan baik yang diwujdukan dalam produk kurikulum secara terarah dan tersistematis yang mengatur aktivitas kegiatan belajar didalamnya yang melibatkan tenaga pendidik dengan peserta didik di dalam gedung yang megah.
Tidak ada yang salah dengan demikian yang terpenting bagaimana semua anak bangsa Indonesia dapat menempuh pendidikan dengan layak selaras dengan kewajiban bangsa di dalam Undang-Undang untuk mencerdaskan anak bangsa. Tentu harapan besar dengan adanya pendidikan formal baik si orang tua dan anak dapat mampu membuat hidup mereka lebih layak dengan kualitas iman, ilmu, amal mereka yang mampu mengangkat nasib ke arah lebih baik. Tidak berhenti hanya sekedar memiliki harapan jika tidak diwujudkan dengan berbagai rangkaian elemen baik pemerintah hingga masyarakat pada umumnya untuk saling berpartisipasi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warga Indonesia. Oleh karenanya pendidikan harus dapat mencetak manusia yang kritis dan sadar akan fungsi mereka dalam mengarungi hidup.
Pendidikan juga senantiasa bagaimana manusia bebas mewujudkan mengekspresikan dan merealisasikan bagi sendi-sendi kehidupan yang ia arungi. Menurut Zanti Arbi (1998) pendidikan mampu menginspirasi manusia, menganalisis, memperspektifkan, dan menginvestigasi keadaan sosial di dalamnya. Dewasa ini melihat kejadian-kejadian di dalam dunia pendidikan masih banyak problem-problem yang perlu diatasi bersama khususnya pemerintah. Pendidikan yang sering dijadikan komersialisasi seakan-akan mengonfirmasi bahwa pendidikan hanyalah sebatas settingan kapitalis. Di lembaga-lembaga tak sedikit menggunakan pelicin sebagai syarat masuk menjadi guru atau dosen. Bahkan di kampus pula yang katanya pencetak insan akademis dan bermoral masih ada saja terjadinya jual beli skripsi. Hal ini dapat berimbas terhadap kualiatas sistem yang membentuk didalam dunia pendidikan. Saat ini Indonesia mengalami musibah wabah pandemic Covid 19. Memperhatikan kinerja pemerintah yang juga kelimpungan dalam mengatasi persoalan terlebih di dunia pendidikan yang tentu juga menjadi tumbal oleh pemerintah.
Hari ini sistem pembelajaran semuanya dialihkan melalui daring dimana hal ini juga diperpuruk kefektifan tenaga pendidik dalam mengajar yang kurang diperhatikan dengan wujud nyata oleh pemerintah. Selain itu seperti yang dialami oleh perguruan tinggi membuat mahasiswa terpaksa membeli kouta paket demi terhubung ke aktifitas perkuliahan bahkan terdapat beberapa mahasiswa yang tidak mampu memiliki hp android sehingga mencari pinjaman ke orang lain seperti kerabat terdejkat dan tetangga. Dikutip dari kompas. Com sebut saja yang dialami oleh mahasiswa asal Kupang, NTT yang terpaksa meminjam ke tetangga demi menghubungkan ke aktifitas perkuliahan. Selain itu meskipun tersedianya kouta tidak semua dijangkau dengan baik karena terkendala daerah yang jauh dari sinyal. Hal tersebut membuat mahasiswa rela mencari sinyal ke luar rumah bahkan ke kota atau ke tingkat-tingkat atas yang mudah terkoneksi dengan sinyal. Bahkan kabar duka menyelimuti tanah air seperti yang dialami oleh mahasiswa asal Sinjai Makassar yang mana demi tugas kuliah online ia terjatuh dari menara masjid di kampong halamannya hanya untuk mencari sinyal agar dapat mengumpulkan tugas (Makassar. Tribunnews.com).
Tentu pemerintah yang memiliki hati nurani harus dapat bertanggung jawab dengan sistem dengan segala kebijakan yang ia perbuat. Mengingat pula kebijakan pemerintah masih belum memberikan kejelasan terhadap kampus dengan mengalokasikan dana seperti subdisi kouta hingga pemotongan UKT yang diturunkan terhadap kampus terlebih kampus yang beradap dibaah naungan pemerintah. Apalagi dampak Covid 19 ini membuat banyak orang tua mahasiswa kesulitan di bidang ekonomi terlebih mereka yang mengalami PHK baik perusahaan maupun pabrik.
Seperti perguruan tinggi yang berada dibawah naungan kemenag yang kemaren sempat dikeluarkannya oleh dirjen pendis:B-752/DJ.I/HM.00/04/2020 tentang adanya diskon atas UKT/BKT minimal 10% dari UKT/BKT tersebut. Beberapa hari berselang anehnya keluarlah surat edaran dengan nomor surat B-802/DJ.I/PP.00.9/04/2020 dimana didalamnya mencabut surat edaran yang sebelumnya dan tetap menerapkan kebijakan dan ketentuan UKT sebagaimana telah diatur oleh KMA yang berlaku. Apa sebenarnya ini? apakah iya pemerintah menarik kembali hanya demi kepentingan yang isntan di saat mengatasi Covid 19 dengan menjadikan tumbal mahasiswa. Jelas pemerintah terlihat tidak konsisten terhadap keputusan yang telah dietapkan dengan menarik ulur kembali yang telah diberikan kepada mahasiswa. Di saat kondisi mahasiswa terlebih mereka yang masih mengandalkan biaya dari ke dua orang tua yang mengalami dampak signifat pula secara perekenomian akibat Pandemi wabah Covid 19 ini. Belum lagi ke dua orang tua mereka yang terkena PHK dipaksakan tetap mahasiswa membayar UKT full apalagi sarana dan pra sarana kampus tidak dapat dinikmati seperti layaknya oleh mahasiswa. Tentu mahasiswa harus tetap siaga dan peka melihat sistem sosial dengan realitasnya yang dianggap mengalami ketimpangan didalamnya. Karena mahasiswa bukan hanya yang ia manut melihat realitas sistem sosial melainkan ia yang sudah mengenyam pendidikan memiliki tanggung jawab akademisi untuk berperan andil menyelesaikan persoalan. Paling tidak dengan adanya media dapat menyuarakan aspirasi selain aksi agar dapat membantu untuk menuntaskan persoalan yang ada.
Komentar
Posting Komentar